
Gorontalo.bnn.go.id – Kasus Narkotika menjadi salah satu kasus yang paling banyak terjadi di Indonesia. Dilansir dari inilah.com, kasus Narkotika berada diurutan keempat terbanyak dalam kurun waktu 2024.
Hal inilah yang mendasari Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Gorontalo, Sri Bardiyati, S.Sos., M.Si menyambangi Kantor Pengadilan Tinggi Gorontalo.(16/06)
Kunjungan ini dalam rangka audiensi dan silaturahmi dengan Ketua Pengadilan Tinggi Gorontalo, Dr. Yapi, S.H., M.H.(16/06)
Ketua Pengadilan Tinggi Gorontalo, Dr. Yapi, S.H., M.H. mengungkapkan bahwa permasalahan narkotika merupakan masalah yang harus disikapi dengan serius.
“Perkara Narkotika ini menjadi perhatian kita semua bagaimana kita menyelesaikan dan menangani secara baik. Kita sudah memberikan hukuman berat (bagi kurir, pengedar dan bandar Narkotika) bahkan dihukum mati, pertanyaannya mengapa peredarannya masih belum bisa kita hentikan?”, tandas Yapi.
“Banyak yang dihukum mati, tapi tetap juga gak jera-jera. Ini yang perlu kita sikapi bersama, kita cari akar permasalahannya sehingga peredaran Narkoba ini tidak merusak generasi kita. Tentu ibu Kepala dan jajaran bisa bersama-sama, paling tidak kita minimalisir peredaran gelap Narkoba”, tambahnya.
Dirinya juga menyatakan untuk terus bersinergi dengan BNN terkait penetapan hukum kasus Narkotika.
“Arahan dari pimpinan pusat juga untuk memberi perhatian khusus terhadap perkara Narkoba. Kedepannya kalau ada yang perlu kita sinergikan terkait permasalahan hukum narkoba, kami siap bekerjasama”, ungkap Yapi
“Harapan saya selama memimpin, penyelesaian perkara Narkotika akan diberikan putusan yang seadil-adilnya dan seberat-beratnya (bagi kurir, pengedar, dan bandar)”, tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BNNP Gorontalo, Sri Bardiyanti, S.Sos., M.Si menyambut baik usulan dari Ketua Pengadilan Tinggi. Dirinya menyatakan siap jikalau putusan pengadilan menyatakan kalau penyalahguna dan atau pecandu Narkoba harus direhabilitasi.
“Kemarin saya sudah mendatangi 2 rumah sakit yang ada tempat rehabilitasi Narkoba. Kedepannya kami siap menerima rehabilitasi penyalahguna Narkoba jika putusan pengadilan inkrah (berkekuatan hukum tetap) telah memutuskan untuk direhabilitasi”, ungkap Sri.
“Namun jika fakta persidangan menyatakan bahwa terdakwa (kasus Narkoba) terindikasi bukan hanya pengguna tapi terlibat jaringan, bisa dipidana”, tutupnya. (REY)